3. Proteksi Katodik
Proteksi katodik merupakan metode untuk mencegah korosi pada logam. Terdapat dua metode utama untuk proteksi katodik, yaitu sistem anoda galvanik dan impressed current. Untuk pipa bawah laut, sistem anoda galvanik umum digunakan.
Korosi merupakan reaksi elektrokimia. Permukaan pipa baja terdiri dari area katoda dan anoda yang distribusinya sembarang. Air laut merupakan elektrolit yang melengkapi sel galvanik. Hal ini menyebabkan elektron mengalir dari satu titik ke titik lainnya, menghasilkan korosi. Dengan mengoneksikan logam yang potensialnya lebih tinggi daripada pipa baja, dapat dibuat sel elektrokimia di mana pipa baja menjadi katoda dan diproteksi.
Coating pipa merupakan penghalang pertama untuk menahan korosi. Walaupun demikian, proses pengangkutan dan instalasi pipa dapat menghasilkan kerusakan pada coating. Proteksi katodik menggunakan logam lain yang akan melepas elektron (anoda). Logam tersebut biasanya aloy aluminium dan seng. Dengan menempatkan anoda pada pipa, area pipa yang coatingnya rusak dapat diproteksi dari korosi.
Anoda seng biasanya tidak digunakan untuk pipa laut dalam karena tidak efisien, membutuhkan massa yang besar untuk memproteksi pipa. Walaupun demikian, anoda seng dapat dipasang pada sambungan pipa sehingga tidak diperlukan kabel untuk koneksi listrik ke pipa. Seng tidak menunjukkan kinerja yang baik untuk hot buried pipelines. Sedangkan kinerja anoda aluminum lebih baik dan dapat digunakan untuk hot buried pipe.
Desain Proteksi Katodik
Dalam mendesain proteksi katodik untuk pipa bawah laut, parameter-parameter yang perlu diketahui adalah :
. Umur desain (tahun)
. Coating breakdown (%)
. Densitas arus untuk proteksi (mA/m2), ditanam (buried) atau tidak (unburied)
. Resistivitas air laut (ohm-cm)
. Resistivitas tanah (ohm-cm)
. Pipeline protective potential (umumnya -900 mV w.r.t Ag/AgCl)
. Output anoda (amp-hr/kg)
. Potensial anoda (mV w.r.t. Ag/AgCl)
. Anode utilization factor (%)
. Temperatur air laut
. Temperatur pipa
. Kedalaman pipa
Umur desain pipa berdasarkan jenis pipa, apakah merupakan trunkline atau infield line. Umur trunkline bisa mencapai 40 tahun, sedangkan infield line 20 tahun. Coating breakdown factor bergantung pada tipe coating.
Densitas arus, resistivitas, dan temperatur bergantung pada lokasi geografis di mana pipa diletakkan. Pada pipa laut dalam, temperatur air laut berkisar 0,7oC hingga 7,5oC. DnV dan NACE menyajikan nilai densitas arus dan resistivitas untuk lokasi-lokasi offshore. Untuk pipa yang ditanam di sedimen, nilai densitas arus sebesar 0,020A/m2 direkomendasikan oleh DnV.
Tipe anoda yang digunakan menentukan sifat elektrokimianya. Anoda Galvalum III, misalnya, memiliki output anoda sekitar 2.250 amp-hr/kg di dalam air laut dengan temperatur kurang dari 25oC dan potensialnya sekitar -1.050 mV.
Anode utilization factor bergantung pada bentuk dan aplikasi anoda. Anoda bracelet diasumsikan dapat digunakan hingga 80% dari umurnya, sedangkan anoda stand-off 90%. Untuk temperatur pipa di atas 25oC, densitas arus meningkat. Di atas 25oC, setiap peningkatan 1oC, densitas arus meningkat 0,001 A/m2.
Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar