Senin, 27 April 2009

PIPA : FLOW ASSURANCE (7)



8. Severe slugging

Salah satu isu dalam perpipaan bawah laut adalah production delivery. Fluida diharapkan stabil, baik aliran maupun komposisinya. Jika fluida yang mengalir ke permukaan tidak stabil, sistem pemrosesan akan bermasalah yang dapat menyebabkan shutdown pada seluruh sistem produksi.

Sistem produksi bawah laut biasanya terdiri dari pipa bawah laut dan riser. Panjang riser bervariasi bergantung pada kedalaman laut, mulai dari + 100 ft (laut dangkal) hingga ribuan ft (laut dalam). Semakin panjang riser, semakin banyak energi yang diperlukan agar aliran fluida stabil hingga ke sistem pemroses. Pada laut dalam, khususnya ketika lapangan minyak sudah memasuki tahap tekanan reservoir rendah dan laju produksi berkurang, kecepatan gas dan liquid di dalam pipa tidak cukup tinggi untuk membawa fluida keluar dari riser, sehingga pengiriman fluida ke peralatan pemroses menjadi tidak stabil.

Ketika liquid tidak dapat keluar secara kontinu dari riser, liquid akan terakumulasi di dasar riser membentuk kolom liquid, yang disebut slug. Liquid slug akan menghambat aliran gas. Jika tekanan gas di belakang slug cukup tinggi, liquid slug akan terdorong keluar dari slug, dan menghasilkan aliran liquid dalam jumlah banyak ke separator. Fenomena ini disebut severe slugging. Liquid slug dengan sedikit gas (atau tidak ada gas) di dalamnya sering menimbulkan masalah di separator (misalnya high liquid level) jika separator dan sistem kontrolnya tidak didesain dengan baik. Jika ada kompresor, sedikitnya gas (atau tidak ada gas) akan menyebabkan masalah pada kompresor.

Eliminasi Severe Slugging

Terdapat beberapa metode untuk mitigasi masalah severe slugging.

Batimetri yang mendukung

Pipa outlet biasanya lebih dipilih berada di kedalaman yang dangkal dibandingkan pipa inlet. Alasannya adalah aliran slug multifasa pada pipa yang cenderung naik lebih baik dibandingkan pada pipa yang cenderung turun. Pipa A pada gambar di bawah cenderung memiliki masalah severe slugging dibandingkan Pipa B. Karena itu, pada tahap desain, pemilihan rute pipa merupakan hal yang penting untuk mengeliminasi severe slugging.


Gambar profil pipa yang cenderung naik dan cenderung turun


Meningkatkan aliran gas

Salah satu alasan utama terjadinya severe slugging adalah kecepatan gas terlalu rendah untuk membawa liquid keluar dari riser. Jika jumlah gas yang diintroduksi pada riser banyak, kecepatan gas akan meningkat dan gas akan mengangkat liquid keluar dari riser dengan mereduksi densitas campuran fluida.

Gas-Lift Riser

Jika gas dalam jumlah yang cukup diinjeksikan ke dasar riser untuk mengubah aliran di dalam riser menjadi aliran slug, churn, atau anular yang hidrodinamis, masalah severe slugging dapat diatasi. Pada aliran slug atau churn yang hidrodinamis, slug lebih pendek dibandingkan slug pada aliran severe slugging. Separator di fasilitas pemroses biasanya didesain untuk menangani aliran slug hidrodinamis, sehingga tidak perlu shutdown. Jika gas diinjeksi ke dasar riser untuk mengubah aliran menjadi aliran anular, aliran akan stabil. Tetapi untuk mencapai aliran anular, jumlah gas yang diperlukan sangat banyak dan kemungkinan tidak praktis.

Topsides Choking

Severe slugging dapat diatasi dengan men-choking aliran pada bagian atas riser. Choking aliran dapat meningkatkan tekanan sistem dan membuat sistem lebih “kencang”. Ketika liquid slug yang terbentuk di dasar riser mengeblok aliran gas, tekanan gas di belakang liquid slug meningkat dengan cepat dan dapat mendorong liquid slug keluar dari riser dengan cepat. Dengan cara ini, waktu akumulasi liquid menjadi lebih singkat dan liquid slug menjadi lebih lebih kecil. Severe slug dapat diminimasi.

Tetapi metode choking dapat meningkatkan system back pressure sehingga mereduksi produksi keseluruhan.

Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

Rabu, 22 April 2009

PIPA : FLOW ASSURANCE (6)

http://www.cee.vt.edu/ewr/environmental/teach/wtprimer/corrosion/corrosion.html

7. Kerak

Wax dan aspal terpresipitasi dari crude oil, sedangkan kerak dari air formasi. Seperti halnya pengendapan wax dan aspal, kerak dapat menyebabkan masalah serius dengan menyumbat fasilitas produksi, control valve, dan menghambat aliran fluida dalam tubing dan pipa. Kerak juga dapat terbentuk di dalam formasi dan mereduksi produktivitas dengan menyumbat formasi.

Kerak yang sering terdapat dalam industri minyak adalah kalsium karbonat, barium sulfat, strontium sulfat, dan kalsium sulfat.

Kalsium karbonat (CaCO3) disebut juga kerak calcite. Kalsium karbonat terbentuk ketika ion kalsium bersenyawa dengan ion karbonat atau ion bikarbonat.

Ca2+ + CO32- --> CaCO3(s)

Ca2+ + 2 HCO3- --> CaCO3(s) + CO2 + H2O

Barium sulfat terbentuk ketika ion barium bersenyawa dengan ion sulfat.

Ba2+ + SO42- --> BaSO4(s)

Strontium sulfat terbentuk ketika ion strontium bersenyawa dengan ion sulfat.

Sr2+ + SO42- --> SrSO4(s)

Kalsium sulfat dapat terpresipitasi jika kalsium bersenyawa dengan ion sulfat.

Ca2+ + SO42- -->CaSO4(s)

Kerak kalsium sulfat mencakup anhidrit (CaSO4) dan gipsum (CaSO4.2H2O).

Kerak karbonat cenderung terbentuk pada tekanan rendah, temperatur tinggi, dan/atau pH tinggi. Kerak sulfat cenderung terbentuk ketika air formasi bercampur dengan air laut karena air laut biasanya memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

Kelarutan merupakan parameter untuk memperkirakan apakah suatu senyawa akan berada dalam larutan tanpa terpresipitasi. Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah maksimum zat terlarut (solute) yang dapat larut dalam pelarut pada kondisi fisik tertentu (tekanan, temperatur, pH, dan lain-lain). Semakin tinggi kelarutan suatu senyawa, semakin banyak jumlah senyawa yang dapat larut dalam larutan tersebut. Kelarutan senyawa dapat berubah jika tekanan, temperatur, dan/atau komposisi berubah. Senyawa yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda. Kelarutan kalsium karbonat, barium sulfat, strontium sulfat, dan kalsium sulfat dalam air relatif kecil. Karena itulah senyawa-senyawa tersebut cenderung terpresipitasi dari air membentuk kerak.

Faktor yang Mempengaruhi Presipitasi Kerak

Faktor utama yang mempengaruhi presipitasi kerak dari air adalah tekanan, temperatur, pH, dan padatan yang terlarut (dissolved solid) dalam air.

Penyebab utama kerak karbonat terbentuk dalam wellbore adalah pressure drop di dalam tubing dan tingginya temperatur downhole. Sedangkan penyebab utama terbentuknya kerak sulfat adalah pencampuran air : air dari field berbeda, dari sumur yang berbeda di field yang sama, dari perbedaan lateral di sumur yang sama, dan pencampuran air formasi dengan air laut.

Pencegahan dan Pengontrolan Kerak

Masalah pembentukan kerak ditanggulangi dengan scale inhibitor. Bahan kimia ini dapat mencegah pengendapan kerak, tetapi tidak dapat melarutkan endapan kerak yang telah terbentuk. Dengan demikian fungsi utama scale inhibitor adalah pencegahan, bukan remediasi.

Scale inhibitor mesti memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

  • Ia bisa mencegah pembentukan kerak pada rentang temperatur, tekanan, dan brine tertentu.
  • Ia mesti compatible dengan air terproduksi untuk mencegah pembentukan padatan dan/atau suspensi. Beberapa scale inhibitor bereaksi dengan ion kalsium, magnesium, atau barium membentuk senyawa yang dapat terpresipitasi membentuk kerak, sehingga menimbulkan masalah baru.
  • Ia mesti compatible dengan material valve, wellbore, dan flowline, yaitu korosivitasnya rendah.
  • Ia mesti compatible dengan bahan kimia lain, seperti corrosion inhibitor, wax inhibitor, dan hydrate inhibitor, sehingga tidak ada padatan yang terbentuk dan performansi individu tidak bertentangan. Kan (2001) melaporkan bahwa hydrate inhibitor (metanol dan glikol) dapat mempengaruhi kelarutan sulfat, sehingga keefektifan scale inhibitor terpengaruh.
  • Ia mesti memiliki kestabilan termal pada temperatur operasi dan waktu tinggal (residence time).
  • Residunya pada air terproduksi mesti dapat dideteksi untuk keperluan monitoring.

Jika kerak sulfat berkaitan dengan injeksi air laut, alternatif kontrolnya adalah dengan penyisihan ion sulfat dari air laut. Penyisihan sulfat dapat mengurangi kandungan sulfat dari 2.700 – 3.000 ppm menjadi 40 – 120 ppm.

Penghilangan kerak. Kerak yang terbentuk pada fasilitas produksi dapat dihilangkan dengan cara mekanik, seperti pigging, atau melarutkannya menggunakan bahan kimia. Ketika pig diluncurkan ke dalam pipa, ia dapat menghilangkan endapan kerak pada dinding pipa.

Asam dapat bereaksi dengan kerak dan melarutkan endapan kerak pada dinding pipa. Untuk menghilangkan kerak kalsium karbonat digunakan asam klorida. Kerak kalsium sulfat tidak larut dalam asam klorida. Inorganic converter, seperti amonium karbonat ((NH4)2CO3), dapat mengubah kalsium sulfat menjadi kalsium karbonat, yang selanjutnya dilarutkan dengan asam klorida.

Agar asam tidak melarutkan dinding pipa, perlu ditambahkan corrosion inhibitor.

Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

PIPA : FLOW ASSURANCE (5)

http://www.hydrafact.com/Wax_and_Asphaltenes.html


6. Pengendapan Aspal

Aspal didefinisikan sebagai senyawa minyak yang tidak larut dalam n-pentana atau n-heksana, tetapi larut dalam toluena atau benzena. Oleh karena itu, aspal akan terpresipitasi ketika n-pentana atau n-heksana berlebih ditambahkan ke dalam crude oil. Padatan aspal berwarna coklat gelap atau hitam. Tidak seperti wax, aspal tidak meleleh. Tetapi, seperti halnya wax, dengan perubahan tekanan, temperatur, dan komposisi, aspal cenderung terflokulasi dan mengendap di dalam formasi reservoir, tubing sumur, dan perpipaan (flowlline). Pencampuran fluida reservoir dengan gas yang berbeda (injected gas atau gas-lift gas) atau pencampuran dua aliran minyak dapat menyebabkan presipitasi aspal.

Kelarutan aspal dalam crude oil merupakan parameter kunci untuk menentukan apakah aspal dapat menimbulkan masalah atau tidak. Jika aspal selalu berada dalam keadaan tidak-jenuh, aspal stabil, dan tidak terjadi presipitasi. Sebaliknya, presipitasi aspal akan terjadi jika berada dalam keadaan lewat-jenuh. Kelarutan aspal dalam crude oil dapat berubah dari tidak-jenuh menjadi lewat-jenuh jika tekanan, temperatur, dan komposisi berubah. Selama produksi, perubahan temperatur dan tekanan di antara reservoir dan flowline cukup signifikan. Komposisi fluida juga dapat berubah selama produksi : gas dapat terpisah dari crude oil ketika tekanan crude oil berada di bawah bubble point, atau gas-lift gas diinjeksikan ke dalam aliran minyak. Dengan demikian, presipitasi aspal merupakan masalah potensial selama produksi dan transportasi.

Penanggulangan

Masalah pengendapan aspal ditanggulangi dengan dua metode. Yang pertama adalah dengan metode mekanik, meliputi pigging, coiled tubing, dan wireline cutting. Yang kedua adalah dengan penggunaan pelarut kimia untuk melarutkan endapan aspal. Chemical inhibitor digunakan untuk mencegah pengendapan aspal pada sistem produksi, termasuk pipa dan wellbore.

Pigging dapat digunakan untuk menyisihkan aspal di dalam manifold dan pipa. Biasanya digunakan pig tipe disk dan cup; pig tipe sphere dan foam tidak efisien untuk menghilangkan padatan aspal. Agar operasi pigging berhasil, frekuensi pigging merupakan hal penting. Jika frekuensinya rendah, akan banyak aspal yang mengendap dalam pipa. Endapan aspal yang berlebih dapat menyebabkan pig tidak berfungsi.

Wireline cutting dapat menghilangkan padatan aspal di dalam wellbore, sehingga wellbore dapat mudah diakses. Sistem coiled tubing dapat digunakan untuk menghilangkan padatan aspal di dalam wellbore dan pipa. Keterbatasan coiled tubing adalah tidak dapat digunakan jika padatan aspal terlalu jauh dari titik penyebaran (deployment point) coiled tubing.

Walaupun aspal tidak larut dalam alkana, ia larut dalam pelarut aromatik, seperti benzena. Campuran aromatik dan alkohol dapat digunakan untuk menghilangkan padatan aspal. Sejumlah bahan kimia dapat meningkatkan tegangan permukaan crude oil dan mencegah aspal terpresipitasi. Beberapa bahan kimia dapat menyuplai resin dalam minyak untuk menstabilkan molekul aspal.

Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

PIPA : FLOW ASSURANCE (4)


http://www.hydrafact.com/Wax_and_Asphaltenes.html
5. Pengendapan Wax
Crude oil merupakan campuran hidrokarbon yang kompleks, terdiri dari aromatik, parafin, nafta, resin, aspal, merkaptan, dan lain-lain. Ketika temperatur crude oil berkurang, komponen-komponen berat seperti parafin/wax (C18 – C60) akan terpresipitasi dan mengendap pada dinding pipa. Diameter internal pipa akan berkurang dengan adanya pengendapan wax, menghasilkan pressure drop yang lebih tinggi. Pengendapan wax dapat menyebabkan pipa tersumbat seluruhnya.
 
 
Crude cloud point. Kelarutan wax dalam aromatik dan nafta rendah, dan semakin rendah pada temperatur rendah. Sangat mudah bagi wax terpresipitasi pada temperatur rendah. Temperatur tertinggi di mana wax mulai terpresipitasi disebut crude cloud point (atau disebut juga wax appearance temperature).

 
Crude Pour Point. Ketika crude oil didinginkan hingga temperaturnya di bawah crude cold point, parafin atau wax akan terpresipitasi. Wax akan mengendap pada dinding pipa dalam bentuk gel wax-minyak. Gel terdiri dari kristal wax beserta sejumlah minyak yang terjebak di dalamnya. Ketika temperatur makin rendah, lebih banyak lagi wax yang terpresipitasi dan ketebalan gel meningkat, sehingga minyak akan berhenti mengalir. Temperatur di mana sampel minyak berhenti mengalir disebut crude pour point. Pada pipa bawah laut, temperatur air laut dapat berada di bawah pour point, sehingga akan terbentuk gel wax setelah shutdown yang cukup lama.
 
 
Mitigasi Wax
 
 
Insulasi termal
Pada pipa bawah laut, metode mitigasi wax yang umum digunakan adalah insulasi termal untuk menjaga temperatur fluida sepanjang pipa agar berada di atas wax appearance temperature selama operasi. Ketika terjadi shutdown, temperatur fluida di dalam pipa menurun seiring waktu dan akan sama dengan temperatur air laut dalam 12 hingga 36 jam, bergantung pada desain insulasi termal. Wax akan mengendap jika temperatur fluida lebih rendah daripada wax appearance temperature. Kalau waktu shutdown singkat, jumlah wax yang mengendap sedikit karena pengendapan wax merupakan proses yang lambat. Selanjutnya endapan wax akan mencair lagi pada saat pipa beroperasi normal kembali.

 
Pigging
Metode mitigasi wax lainnya yang cukup populer adalah pigging. Terdapat beberapa tipe pig, antara lain simple sphere, foam pig, dan smart pig. Pig diluncurkan ke perpipaan dari pig launcher, didorong oleh minyak atau gas. Pig akan bergesekan dengan wax di dinding pipa dan membersihkan pipa secara mekanik. Program pigging secara terjadwal merupakan salah satu kunci kesuksesan operasi pigging. Jika frekuensi pigging terlalu sedikit, akan banyak wax yang mengendap pada dinding pipa.
 
 
Chemical Inhibitor
Wax chemical inhibitor dibagi dua tipe. Tipe pertama adalah untuk mencegah pembentukan kristal wax, dengan demikian mereduksi wax appearance temperature dan mencegah pengendapan wax ke dinding pipa. Tipe kedua adalah untuk menurunkan wax pour point, dengan demikian menunda solidifikasi wax.
Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

Selasa, 21 April 2009

PIPA : FLOW ASSURANCE (3)



http://www.fractureinvestigations.com


4. Korosi

Korosi menjadi masalah bagi pipa yang mengalirkan gas, minyak, dan air. Air dapat membasahi permukaan dalam pipa dan korosi dapat berlangsung. Korosivitas bergantung pada konsentrasi CO2 dan H2S, temperatur, tekanan, pola aliran, dan laju alir fluida. Pada pipa bawah laut, korosi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu galvanic corrosion, pitting, cavitation, stress corrosion cracking, hydrogen embrittlement, corrosion fatigue, dan lain-lain.

Fenomena korosi pada aliran multifasa (gas, minyak, dan air) sangat kompleks, mencakup sifat kimia fluida, metalurgi material pipa, dan hidrolika aliran multifasa.

Pada proses pemurnian logam, logam menyerap energi ekstra dalam jumlah signifikan. Karena energi ekstra ini, logam tidak stabil pada lingkungan cair (aqueous). Dengan zat kimia yang tepat, logam dapat terkorosi dan kembali ke energi asal mereka yang lebih rendah; kondisi stabil. Logam yang berbeda menyimpan energi yang berbeda, sehingga memiliki kecenderungan terkorosi yang berbeda pula. Logam yang digunakan untuk tubing dan pipa tidak homogen, dan perbedaan potensi dari material yang tidak homogen ini merupakan penyebab utama korosi.

Korosi yang melibatkan air disebut korosi basah (wet corrosion). Terdapat empat elemen dasar dalam proses korosi, yaitu :

  • anoda
  • katoda
  • elektrolit
  • conducting circuit

Gambar di bawah menunjukkan proses korosi.

Gambar skema proses korosi

Ketika logam (misalnya besi) diletakkan dalam fluida, terkait perbedaan potensi di antara logam yang berbeda, sejumlah permukaan logam lebih mudah terkorosi dibandingkan dengan yang lainnya. Bagian logam yang mudah terkorosi disebut anoda, terlarut ke dalam fluida. Reaksi yang terjadi pada korosi besi adalah :

Fe --> Fe+2 + 2e

Atom besi melepas 2 elektron, dan berubah menjadi ion besi. Elektron ini berjalan ke area lain di permukaan besi, yang disebut katoda, di mana elektron dikonsumsi oleh ion dalam elektrolit. Jika elektrolitnya adalah air, reaksi yang terjadi adalah :

2 H+ + 2e --> H2(g)

Ion hidrogen menangkap elektron dan berubah menjadi gas hidrogen.

Untuk melengkapi electric circuit, diperlukan larutan untuk menghantarkan arus dari anoda ke katoda. Larutan itu disebut elektrolit. Air dengan padatan terlarut merupakan elektrolit yang baik. Dibutuhkan juga jalur (path) untuk menghantarkan arus dari katoda ke anoda. Logam menyediakan jalur dan menyempurnakan electric circuit. Oleh karena itu, anoda, katoda, elektrolit, dan konduktor elektron merupakan elemen utama pada korosi logam.

Lingkungan pipa bawah laut merupakan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya proses korosi. Logam pada pipa berfungsi sebagai anoda, katoda, dan konduktor yang menghubungkan keduanya. Air berfungsi sebagai elektrolit yang melengkapi sirkuit elektron. Pipa terdiri dari logam-logam dengan kecenderungan terkorosi yang berbeda-beda. Bagian yang kecenderungan terkorosinya lebih tinggi menjadi anoda, sedangkan yang lebih rendah menjadi katoda.

Jumlah gas yang terlarut dalam air mempengaruhi korosi. Air yang tidak mengandung gas-terlarut tidak menyebabkan masalah korosi. Sebaliknya, jika gas seperti oksigen, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida terlarut dalam air, air menjadi sangat korosif. Reaksi korosi yang melibatkan ketiga gas tersebut disajikan sebagai berikut :

Karbon dioksida

Anoda : Fe --> Fe+2 + 2e

Katoda : CO2 + H2O --> H+ + HCO3- à 2H+ + CO3-2

Reaksi keseluruhan : Fe+2 + CO3-2 --> FeCO3

Oksigen

Anoda : Fe --> Fe+2 + 2e

Katoda : O2 + 2 H2O --> 4 OH-

Reaksi keseluruhan : 4Fe+2 + 2 H2O + 3 O2 --> 4 Fe(OH)3 --> Fe2O3 + 3 H2O

Hidrogen sulfida

Anoda : Fe --> Fe+2 + 2e

Katoda : H2S + H2O --> H+ + HS- + H2O --> 2 H+ + S-2 + OH-

Reaksi keseluruhan : Fe+2 + S-2 --> FeS

Dari pembahasan di atas, jelas bahwa terdapat beberapa parameter yang dapat mengontrol reaksi korosi, yaitu reaksi di katoda dan anoda, laju elektron dari anoda ke katoda, dan konduktivitas elektrolit. Jika reaksi di anoda dan katoda dapat direduksi, misalnya dengan penggunaan corrosion inhibitor untuk memperlambat perpindahan ion dalam elektrolit, laju korosi dapat diperlmbat. Jika gas terlarut (oksigen, karbon dioksida, atau hidrogen sulfida) disisihkan, laju korosi dapat dikurangi. Konduktivitas elektrolit dapat direduksi dengan penambahan bahan kimia untk meningkatkan pH elektrolit.

Pengontrolan Korosi

Terdapat beberapa metode untuk mengontrol korosi pada pipa, khususnya pipa bawah laut, yaitu penggunaan CRA (corrosion resistant alloys) menggantikan baja karbon, pemakaian corrosion inhibitor, mengisolasi logam dari elektrolit, dan menggunakan proteksi katodik. Satu atau lebih metode dapat digunakan bersama.

Baja Cra sering digunakan untuk menggantikan baja karbon untuk aplikasi yang korosif. Baja CRA biasanya lebih mahal daripada baja karbon. Pada perpipaan bawah laut, baja CRA digunakan untuk komponen yang sangat kritis dan high impact, seperti tree, jumper, dan manifold. Pipa, terutama jika panjang, biasanya terbuat dari baja karbon dan injeksi corrosion inhibitor dilakukan secara kontinu untuk melindungi pipa.

Corrosion inhibitor merupakan bahan kimia untuk mereduksi laju korosi logam yang terekspos ke lingkungan. Corrosion inhibitor dapat bereaksi dengan permukaan logam, menempel pada permukaan dalam pipa, dan melindungi pipa dari korosi. Senyawa aktif dari inhibitor membantu membentuk lapisan film inhibitor pada permukaan logam dan mencegah air menyentuh dinding pipa.

Agar inhibitor terdistribusi merata ke sekeliling permukaan dalam pipa, kecepatan alir fluida di dalam pipa mesti tinggi. Jika kecepatan alir fluida terlalu rendah, inhibitor kemungkinan tidak mencapai bagian atas dinding pipa dan hanya membentuk lapisan film di bagian bawah dinding pipa. Sebaliknya, jika kecepatan fluida terlalu tinggi dan menyebabkan shear stress yang tinggi di dekat dinding, lapisan film dapat tersisihkan dari dinding pipa. Untuk smooth pipeline, efisiensi corrosion inhibitor dapat mencapai 85 – 95%, tetapi menurun jika shear stress meningkat secara drastis di lokasi-lokasi seperti fitting, valve, choke, bend, dan weld bead. Bentuk geometri peralatan tersebut meningkatkan turbulensi.

Pada pipa gas/kondensat, penambahan hydrate inhibitor, seperti glikol atau metanol, turut mengurangi laju korosi. Hal ini terjadi karena hydrate inhibitor menyerap air (free water) dan menjadikan fasa air berkurang sifat korosinya.

Plastic coating dan plastic liner dapat digunakan sebagai lapisan pelindung untuk mengisolasi dinding pipa dari air. Tubing dan pipa untuk injeksi air sering menggunakan plastic liner utnuk mengontrol masalah korosi.

Sebagaimana kita diskusikan di atas, salah satu elemen penyebab korosi adalah aliran arus. Jika kita menghentikan aliran arus dari anoda ke katoda, korosi dapat dihentikan. Ini merupakan prinsip dari proteksi katodik. Metode ini banyak digunakan baik pada pipa darat maupun pipa bawah laut. Prinsip proteksi katodik adalah menyediakan arus dari sumber eksternal untuk “menundukkan” (overpower) aliran arus dari pipa. Dengan menghubungkan pipa dengan logam yang lebih korosif, pipa berperilaku sebagai katoda, sedangkan logam yang lebih korosif tersebut berperilaku sebagai anoda. Dengan demikian, pipa tidak terkorosi. Anoda galvanik yang digunakan pada proteksi katodik biasanya terbuat dari aloy magnesium, seng, atau aluminium yang lebih aktif daripada pipa baja.

Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

PIPA : FLOW ASSURANCE (2)

http://steacie.nrc-cnrc.gc.ca/overview/newsroom/spring2004_e.html
3. Hidrat Gas
Hidrat gas adalah senyawa kristal yang terjadi ketika molekul gas kontak dengan air pada tekanan dan temperatur tertentu. Hidrat terbentuk ketika molekul gas masuk ke dalam “kurungan” ikatan hidrogen pada air. Sifat fisik hidrat mirip dengan es, tetapi hidrat dapat terbentuk pada temperatur di atas 0oC pada sistem bertekanan. Hidrat yang umum ditemukan terdiri dari molekul air dan gas ringan, seperti metana, etana, propana, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida. Hidrat mengandung banyak gas. Sejumlah penelitian berlangsung untuk mengkaji hidrat sebagai sumber energi potensial.
Jika hidrat terbentuk pada interface gas-air, pertumbuhan hidrat berlangsung dengan cepat pada saat molekul air dan gas tersedia dalam jumlah melimpah. Hal inilah yang menyebabkan penyumbatan pipa oleh hidrat terjadi ketika re-start-up di mana turbulensi dan pengadukan aliran mempertinggi fluks molekul gas dan air. Hidrat dapat terbentuk dengan mudah di aliran downstream dari choke ketika temperatur fluida menurun hingga mencapai daerah pembentukan hidrat berdasarkan efek pendinginan Joule-Thompson.
Kurva Pembentukan Hidrat Gas
Gambar di bawah menunjukkan kurva hidrat gas tipikal. Sebelah kiri kurva merupakan daerah pembentukan hidrat. Ketika tekanan dan temperatur berada di daerah ini, air dan gas mulai membentuk hidrat. Sebelah kanan kurva bukan merupakan daerah pembentukan hidrat gas. Ketika tekanan dan temperatur berada di daerah ini, air dan gas tidak akan membentuk hidrat. Komposisi fluida, komposisi air, dan salinitas air mempengaruhi kurva hidrat.

Gambar kurva hidrat gas tipikal

Dari gambar di atas dapat diketahui, jika mula-mula sistem berada pada daerah non-hidrat, kemudian tekanan sistem ditingkatkan dengan menjaga temperatur sistem konstan, hidrat akan terbentuk. Kurva hidrat sangat berguna untuk desain dan operasi pipa bawah laut dengan memberi informasi kondisi tekanan dan temperatur yang perlu dijaga agar tidak terbentuk hidrat. Kurva hidrat dapat dikalkulasi menggunakan software PVT. Tetapi kunci untuk memperoleh penghitungan kurva hidrat yang akurat adalah adanya data komposisi fluida dan air yang akurat.
Mitigasi Hidrat
Insulasi termal
Berdasarkan kurva pembentukan hidrat, diketahui bahwa sepanjang temperatur fluida di atas temperatur pembentukan hidrat, tidak ada hidrat yang akan terbentuk. Dengan demikian, langkah yang sangat baik untuk mitigasi hidrat adalah dengan menjaga temperatur fluida di dalam pipa agar berada di atas temperatur pembentukan hidrat. Walaupun demikian, pada pipa bawah laut, temperatur air biasanya sangat rendah dan dapat berada di bawah 40oF bergantung pada kedalaman air. Pipa baja bukan merupakan insulator termal yang baik. Oleh karena itu, diperlukan insulasi termal di sekeliling pipa untuk mencegah panas lepas ke lingkungan.
Inhibitor
Inhibitor yang sering digunakan adalah metanol dan monoetilen glikol (MEG). Pada pengaliran minyak inhibitor biasanya digunakan setelah shutdown atau selama re-startup; tidak digunakan kontinu. Sedangkan pada pengaliran gas inhibitor digunakan kontinu karena pipa gas biasanya tidak diisolasi.
Pemanasan dengan Listrik
Saat ini penelitian banyak dilakukan untuk mengetahui mitigasi hidrat menggunakan pemanasan dengan listrik. Pemanasan dengan listrik dibagi menjadi dua kategori, yaitu langsung dan tidak langsung. Pada pemanasan langsung, listrik mengalir secara aksial melalui dinding pipa dan memanaskan aliran fluida secara langsung. Pada pemanasan tidak langsung, listrik mengalir melalui elemen pemanas pada permukaan pipa, dan aliran fluida dipanaskan dengan konduksi termal.
Pemanasan dengan listrik dapat digunakan sebagai metode mitigasi hidrat. Setelah shutdown, pemanasan dengan listrik digunakan untuk menjaga temperatur fluida di dalam pipa agar berada di atas temperatur pembentukan hidrat sehingga hidrat tidak terbentuk. Pemanasan dengan listrik juga dapat digunakan untuk remediasi. Hidrat yang terbentuk dapat dilelehkan dengan pemanasan dari listrik. Pelelehan hidrat dengan pemanasan dari listrik lebih cepat dibandingkan dengan pengurangan tekanan pipa (depressurization).
Sirkulasi Hot Oil
Sirkulasi hot oil merupakan cara yang populer untuk mitigasi hidrat selama re-startup sistem. Pada pipa bawah laut, setelah shutdown dalam waktu yang cukup lama, fluida dalam pipa menjadi dingin (mendekati temperatur air laut). Jika dilakukan re-startup dengan fluida dingin di dalamnya, risiko hidrat sangat tinggi. Untuk mengurangi risiko hidrat, hot oil disirkulasikan melalui pipa untuk mengganti fluida dingin dan juga untuk menghangatkan pipa. Waktu yang diperlukan untuk memanaskan pipa bergantung pada temperatur-keluar (discharge) hot oil, laju sirkulasi hot oil, dan panjang pipa. Biasanya diperlukan 5 hingga 10 jam untuk memanaskan pipa bawah laut.
Pengurangan Tekanan (Depressurization)
Metode pengurangan tekanan digunakan untuk mitigasi hidrat setelah shutdown dalam waktu cukup lama. Dari kurva pembentukan hidrat, diketahui bahwa pada temperatur tertentu, daerah nonhidrat dapat diperoleh dengan mereduksi tekanan. Ketika tekanan sistem berada di bawah tekanan pembentukan hidrat, hidrat akan terdisosiasi. Proses disosiasi ini berlangsung lambat. Diperlukan waktu mingguan bahkan bulanan untuk melelehkan hidrat pada pipa yang panjang.
Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

Jumat, 17 April 2009

PIPA : FLOW ASSURANCE (1)


1. Pendahuluan
Salah satu masalah utama dalam perpipaan adalah risiko yang berkaitan dengan transportasi fluida multi fasa. Ketika air, crude oil, dan gas mengalir secara simultan dalam pipa, terdapat beberapa masalah potensial yang mungkin terjadi : air dan gas membentuk hidrat dan menyumbat pipa; wax dan aspal menempel pada dinding pipa dan menyumbat pipa; air terproduksi dapat menyebabkan korosi; perubahan tekanan dan temperatur sepanjang pipa dan adanya pencampuran dengan air dapat menyebabkan terjadinya kerak yang menempel pada pipa dan menghambat aliran fluida; dan slugging yang terbentuk di dalam pipa dan menyebabkan problem operasional. Aktivitas mengidentifikasi, mengkuantifikasi, dan mencegah risiko berkaitan dengan pipa disebut flow assurance.
Flow assurance merupakan hal yang kritis bagi perpipaan, termasuk perpipaan bawah laut. Temperatur air di bawah laut biasanya lebih rendah dibandingkan temperatur air permukaan. Di bawah laut, jika tidak ada lapisan isolasi termal yang menyelubungi pipa, panas dari fluida dapat hilang (heat loss) dengan cepat ke air laut. Hal ini terjadi jika arus air di sekitar pipa kuat. Jika temperatur fluida di dalam pipa menurun karena terjadi heat loss, air dan hidrokarbon (minyak dan gas) dapat membentuk hidrat dan menyumbat aliran. Lebih jauh, jika temperatur fluida cukup rendah, wax mulai terpresipitasi dan mengendap pada dinding pipa. Oleh karena itu, pemeliharaan panas fluida merupakan parameter yang penting dalam mendesain pipa, khususnya pipa bawah laut.
Flow assurance dapat dikelola dengan desain sistem yang baik, seperti heavy thermal insulation, high grade material, dan sistem mitigasi yang canggih. Flow assurance pun dapat dikelola selama tahap operasi berlangsung, misalnya penggunaan chemical inhibitor, pigging, dan monitoring laju aliran fluida.


2. Efek Air Terproduksi Terhadap Flow Assurance

Air terproduksi berasal dari reservoir. Air merupakan pelarut yang baik, sehingga melarutkan banyak senyawa kimia dan gas di dalam formasi. Air juga mengandung padatan tersuspensi dan pengotor. Di dalam formasi, air dan senyawa kimia biasanya berada dalam kesetimbangan. Ketika air terproduksi berpindah dari formasi ke pipa, karena perubahan temperatur dan tekanan, kesetimbangan menjadi terganggu. Beberapa senyawa menjadi tidak larut, mulai terpresipitasi, dan membentuk kerak (scale). Ketika air kontak dengan dinding pipa yang terbuat dari baja karbon, air dapat melarutkan logam dan menyebabkan masalah korosi pada pipa. Ketika air dan gas mengalir bersama-sama dalam pipa, pada temperatur dan tekanan tertentu, mereka dapat membentuk hidrat yang dapat menyumbat pipa. Keberadaan air terproduksi merupakan masalah flow assurance pada pipa, termasuk pipa bawah laut.
Ion-ion penting terkait flow assurance adalah sebagai berikut :
Anion
  • klorida Cl-
  • sulfida HS-
  • sulfat SO42-
  • bromida Br-
  • bikarbonat HCO3-
  • karbonat CO32-
Kation
  • natrium Na+
  • kalium K+
  • kalsium Ca2+
  • magnesium Mg2+
  • strontium Sr2+
  • barium Ba2+
  • besi Fe2+ dan Fe3+
  • aluminum Al3+
Kation dan anion dapat berkombinasi membentuk berbagai senyawa. Ketika tekanan dan temperatur berubah, kelarutan tiap ion berubah. Ion dapat terpresipitasi dari air dan membentuk padatan, seperti kerak. Sebagai contoh, ion kalsium dan ion karbonat dapat membentuk kerak kalsium karbonat.
Ca2+ + CO32- à CaCO3(s)
Demikian pula halnya, ion barium dan ion sulfat dapat membentuk kerak barium sulfat.
Ba2+ + SO42- à BaSO4(s)

Air dengan garam terlarut juga merupakan elektrolit yang baik, yang dapat menyebabkan korosi. Ketika air membasahi dinding bagian dalam pipa, korosi dapat terjadi. Semakin banyak garam atau ion dalam air, semakin konduktif air tersebut, dan semakin parah korosi yang terjadi.
Ketika gas dan air bercampur pada temperatur dan tekanan tertentu, dapat terbentuk hidrat. Hidrat merupakan padatan yang mirip es. Ketika tekanan dalam pipa tinggi dan / atau temperatur fluida rendah, hidrat dapat terbentuk dan menyumbat pipa. Sekali pipa tersumbat oleh hidrat, diperlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk mendisosiasi hidrat. Penyumbatan oleh hidrat merupakan salah satu permasalahan utama pada pipa, khususnya pipa bawah laut.
Air dapat mengubah karakteristik aliran multi fasa dalam pipa dan menyebabkan terjadinya slug. Untuk laju alir liquid yang sama dan rasio gas-minyak yang sama, jumlah gas di dalam pipa lebih sedikit jika kandungan water cut 90% dibandingkan water cut 0%. Jika jumlah gas sedikit, sementara jumlah liquid banyak, sangat berat bagi gas membawa liquid. Karena itu akan terbentuk slug.
Dari uraian di atas, jelas bahwa air terproduksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap flow assurance. Cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah ini adalah menyisihkan air terproduksi sehingga tidak masuk ke dalam pipa. Sayangnya, cara efektif tidak berarti ekonomis atau praktis. Pada saat ini cara yang sering digunakan adalah pemberian inhibitor. Pada pipa bawah laut juga diberi insulasi termal.
Sumber : Offshore Pipelines, Boyun Guo, Shanhong Song, Jacob Chacko, Ali Ghalambor, Gulf Professional Publishing, Oxford, 2005

Rabu, 15 April 2009

FIELD PROCESSING OF CRUDE OIL

OILFIELD PROCESSING (CRUDE OIL)

Sebagaimana terlihat pada gambar di atas, fasa individu (gas, hidrokarbon, air, dan padatan) harus dipisahkan sesegera mungkin. Masing-masing aliran selanjutnya dapat diolah dengan tingkat kesulitan teknis yang lebih sedikit serta lebih ekonomis. Hasil lab dan tes di lapangan sebelum tahap konstruksi dapat mengidentifikasi seberapa banyak produksi minyak dan gas, serta meminimalkan masalah yang terjadi pada proses pengolahan, seperti pembentukan kerak, foaming, pembentukan emulsi, pengendapan wax, dan pembentukan gas hidrat.


Pemrosesan Gas

Pemrosesan gas dimulai dengan treating, jika diperlukan, untuk menyisihkan acid gas – hidrogen sulfida dan karbon dioksida. Kedua gas ini sangat korosif jika ada air. Hidrogen sulfida juga bersifat toksik. Peraturan lingkungan membatasi pelepasan hidrogen sulfida ke lingkungan dalam jumlah signifikan. Konversi ke bentuk elemen sulfur menjadi hal yang penting.

Gas sweetening umumnya menggunakan larutan kimia, sehingga proses sweetening mendahului proses dehidrasi. Proses dehidrasi bermaksud untuk mencegah pembentukan gas hidrat. Keberadaan gas hidrat dapat menyumbat peralatan proses dan pipa pada tekanan tinggi dan temperatur di atas 32oF (0oC).

Gas yang mengandung liquefiable hydrocarbons (etana, propana, dan senyawa yang lebih berat) dapat menghasilkan kondensat (NGL, natural gas liquid) pada proses kompresi atau pendinginan. Keberadaan kondensat dapat menyebabkan masalah pada perpipaan atau proses selanjutnya. Penyisihan kondensat biasanya dilakukan di field processing untuk mencapai spesifikasi dew-point gas dan agar lebih ekonomis. Selanjutnya kondensat distabilkan dengan menyisihkan komponen gas-gas terlarut.


Pemrosesan Crude Oil

Setelah penyisihan free water, crude oil biasanya masih mengandung emulsified water. Treating, sering juga disebut dehidrasi, diperlukan untuk mereduksi kandungan air hingga nilai yang diinginkan untuk pengangkutan atau dijual. Proses dehidrasi biasanya merupakan kombinasi dari 4 metode, yaitu waktu tinggal (residence time), penambahan bahan kimia, panas, dan listrik statis.

Hidrogen sulfida dalam crude oil dibatasi karena akan menyebabkan masalah dalam penanganan dan pengangkutan. Hidrogen sulfida mempunyai sifat toksik dan korosif.

Stabilisasi crude oil bertujuan untuk menurunkan tekanan uap hingga nilai yang memungkinkan crude oil aman untuk ditangani dan diangkut. Kontrol tekanan uap diperoleh dengan pemisahan bertahap (stage separation), reboiled distillation, atau kombinasi keduanya.


Pemrosesan Air

Air terproduksi merupakan limbah. Air terproduksi perlu diolah agar memenuhi kelayakan lingkungan.

Langkah pertama dalam pengolahan air adalah penyisihan minyak. Emulsi minyak-dalam-air cukup sulit dibersihkan karena ukuran partikelnya kecil. Padatan (suspended solid) juga biasanya berada dalam air terproduksi. Jenis peralatan untuk menyisihkan minyak dan padatan mencakup :

- Oil skimmer tank

- Coalescer plate

- Air flotation tank

- Hydrocyclone

- Unit filtrasi

Sebelum direinjeksi, air terproduksi biasanya difiltrasi, di-deaerasi jika diperlukan, dan diberi biocide. Tujuan utamanya adalah menghindari penyumbatan reservoir (reservoir plugging).

Air laut sering digunakan sebagai air injeksi untuk reservoir pressure maintenance karena keberlimpahannya. Air laut diberi biocide untuk membunuh mikroorganisme, kemudian difiltrasi. Oksigen terlarut disisihkan dengan bahan kimia, gas atau vacuum stripping, atau reaksi katalitik dengan hidrogen. Langkah ini bertujuan untuk mereduksi korosivitas dan mencegah pertumbuhan bakteri aerob di sumur bor. Selanjutnya air disterilisasi dengan radiasi ultraviolet atau injeksi biocide tambahan untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme lainnya. Mikroorganisme dapat menyebabkan korosi, penyumbatan pipa dan batuan formasi reservoir, serta dapat menghasilkan H2S dalam formasi. Scale inhibitor juga ditambahkan ke dalam air sebelum diinjeksikan ke dalam formasi.


Penanganan Pasir

Pasir dan padatan lainnya berkumpul di lokasi di mana kecepatan dan turbulensi aliran fluida rendah, seperti di dasar tangki atau di coalescer plate. Pasir disisihkan dengan peralatan jetting nozzle, centrifugal cone desander, atau lainnya. Pada pasir melekat minyak atau emulsi sehingga diperlukan pembersihan sebelum pasir dibuang.

Sumber : Oilfield Processing, Volume Two : Crude Oil, Francis S. Manning and Richard E. Thompson, Pennwell Books, Oklahoma, 1995

Selasa, 14 April 2009

KANDUNGAN CRUDE OIL

OILFIELD PROCESSING (CRUDE OIL)




Crude oil merupakan campuran yang kompleks, terdiri dari banyak senyawa kimia, sehingga lebih sering digambarkan dengan karakteristik keseluruhan atau rata-rata, misalnya densitas (oAPI), kurva distilasi (rentang titik didih), dan lainnya, dibandingkan dengan fraksi mol atau fraksi berat masing-masing komponennya.

Komponen crude oil bervariasi, sangat lebar. Mulai dari minyak berat (mendekati padatan) yang tenggelam dalam air hingga material yang penampilannya menyerupai minyak tanah atau bensin. Lebarnya rentang variasi ini menyebabkan proses pengolahannya pun lebih kompleks.

Crude oil dari kepala sumur umumnya mengandung air terproduksi. Crude oil merupakan emulsi, yaitu adanya tetesan air terproduksi yang terdispersi dalam fasa crude oil walaupun sudah melewati tahap oilfield processing. Air terproduksi menyebabkan kelebihan pressure drop pada pipa (gathering line) dan korosi pada peralatan proses yang terbuat dari baja karbon. Air terproduksi juga meningkatkan biaya pengaliran minyak akitbat meningkatnya pressure drop dan korosi. Air terproduksi mesti dipisahkan dari crude oil.

Komponen utama crude oil adalah hidrokarbon. Crude oil juga mengandung komponen-komponen lain, yaitu sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam. Selain itu crude oil mengandung partikel koloid, basic sediment and water (BS & W), dan padatan.

Kandungan crude oil sebagai berikut :

- Hidrokarbon : parafin (rantai lurus dan rantai bercabang), nafta (alkil siklopentana dan alkil sikloheksana), dan aromatik (alkil benzena, nafta fluor aromatik, dan polinuklir aromatik).

- Gas terlarut : nitrogen dan karbon dioksida

- Senyawa sulfur : hidrogen sulfida dan merkaptan

- Senyawa nitrogen organik

- Senyawa oksigen organik

- Senyawa logam organik

- Partikel koloid : aspal, resin, dan wax

- Air (BS & W) : tawar atau asin

- Padatan : pasir, kerak dari pipa, pengotor, dan hasil korosi

Hidrokarbon

Ada tiga kelompok hidrokarbon, yaitu parafin, nafta, dan aromatik. Hampir semua senyawa dalam crude oil terdiri dari tiga kelompok ini, baik sendiri maupun kombinasi.

Parafin berantai lurus (normal parafin) dari C1 hingga C33 ditemukan berada dalam crude oil. Wax merupakan alkana dengan jumlah atom C 16 hingga 20. Hidrokarbon berantai cabang ditemukan di dalam gas dan fraksi bensin (yaitu jumlah atom C 4 hingga 10).

Anggota utama nafta adalah siklopentana dan sikloheksana.

Hidrokarbon aromatik merupakan senyawa benzena dan turunannya. Senyawa aromatik memiliki nomor oktan tinggi, tetapi menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. Benzena merupakan senyawa karsinogen. Aromatik memiliki smoke point rendah.


Senyawa Sulfur

Senyawa sulfur terdapat di dalam crude oil, walaupun beberapa jenis crude oil kandungan senyawa sulfurnya rendah. Senyawa sulfur dalam crude oil terdiri dari H2S, merkaptan (alifatik dan aromatik), sulfida (alifatik dan siklik), disulfida (alifatik dan aromatik), polisulfida, thiopene dan homolog. Senyawa sulfur merupakan senyawa “beracun” bagi katalis proses pengilangan dan peralatan pengilangan. Senyawa sulfur teroksidasi menjadi sulfur dioksida, senyawa polutan di udara ambien. Crude oil dengan kandungan sulfur tinggi mahal untuk diproses. Masalah utama adalah mencapai batas sulfur pada produk pengilangan dan sesuai dengan peraturan di bidang lingkungan.

Crude oil disebut sour jika memiliki kandungan H2S dengan konsentrasi lebih dari 3.700 ppmv. H2S tergolong senyawa toksik. Senyawa sulfur volatil seperti H2S dan merkaptan yang memiliki Mr rendah disisihkan di oilfield processing.


Senyawa Nitrogen

Senyawa nitrogen terdapat dalam crude oil dalam konsentrasi yang relatif rendah, umumnya kurang dari 0,1 persen-berat sebagai N2. Senyawa nitrogen yang mungkin terdapat dalam crude oil adalah piridin, kuinolin, isokuinolin, akridin, pirol, indol, karbazol, dan porfirin. Senyawa nitrogen meracuni katalis pada proses pengilangan.


Senyawa Oksigen

Senyawa oksigen yang terdapat dalam crude oil dapat bersifat asam dan tidak asam. Senyawa oksigen yang bersifat asam adalah asam karboksilat (lurus dan bercabang), asam naftenat (monosiklik, bisiklik, dan polinuklir), asam aromatik (dasar, binuklir, dan polinuklir), fenol, dan kresol. Senyawa oksigen yang tidak bersifat asam adalah ester, amida, keton, benzofuran, dan dibenzofuran. Sebagian besar senyawa oksigen adalah asam organik yang dapat disisihkan dengan netralisasi.


Senyawa Logam

Ada dua kelompok senyawa logam yang terdapat dalam crude oil. Kelompok pertama adalah logam ringan dengan kandungan utama natrium, disusul kalsium dan magnesium. Kelompok kedua adalah logam yang lebih berat, yaitu vanadium, nikel, kobal, dan besi. Vanadium dan nikel meracuni katalis pada proses catalytic cracking, menyebabkan peningkatan pembentukan coke dan hidrogen.


Partikulat

Crude oil lebih tepat dipandang sebagai sistem koloid daripada larutan homogen. Partikel padatan yang tersuspensi adalah aspal dan resin. Aspal mengandung senyawa polisiklik yang tidak larut dalam pelarut parafin (seperti n-pentana), tetapi larut dalam pelarut aromatik. Normal parafin memflokulasi aspal dari crude oil. Sedangkan resin mengandung senyawa poliksiklik yang tidak larut dalam crude oil, tetapi larut dalam n-parafin; resin tidak terflokulasi.

Partikel aspal lebih besar daripada resin (10-35 nm), biasanya mengandung senyawa oksigen dan sulfur, garam organik dan anorganik, dan porfirin (juga logam). Partikel resin lebih kecil (<10>

Aspal dan resin menggumpal baik sendiri maupun bersama-sama menjadi partikel koloid (sekitar 1 µm). Aspal dan resin berpengaruh terhadap kestabilan emulsi di oilfield processing. Keduanya juga dapat menyebabkan foaming.


Wax

Wax merupakan n-parafin dengan C16 hingga C20. Titik lelehnya di atas suhu kamar. Wax murni merupakan padatan putih, tetapi dapat juga berupa pasta, bergantung pada komposisi atau keberadaan liquid oil. Endapan wax menyebabkan pressure drop berlebih pada pipa (flow line). Jika wax mengkristal pada flow line, pipa dapat tersumbat sehingga aliran fluida tidak lancar. Faktor yang dapat menyebabkan endapan wax antara lain rendahnya temperatur crude oil. Fenomena ini dapat diprediksi dengan tes pour-point (ANSI/ASTM D 97).


NORM

NORM merupakan singkatan dari naturally occuring radioactive materials. Uranium dan thorium terdapat pada batuan dan tanah di kulit bumi. Sumber utama NORM adalah U-238. Air bawah tanah dapat melarutkan garam radium (misalnya RaCl2) dan membawanya ke permukaan. “Induk” radium adalah U-238 dan Th-232 yang kelarutan dalam airnya rendah sehingga tertinggal di formasi.

Radium terpresipitasi dengan barium dan strontium sulfat membentuk kerak (scale). Kerak radioaktif dapat mengkontaminasi downhole tubing, peralatan proses di permukaan, dan peralatan transpor, termasuk sludge dari pigging. Peralatan yang juga terkontaminasi adalah sludge pit, filter, peralatan injeksi air terproduksi, dan lainnya.


Arsen dan Raksa

Arsen dan raksa merupakan dua unsur yang dapat menyebabkan masalah pada industri gas. Keduanya dapat menyebabkan korosi dan teracuninya katalis.


Sumber : Oilfield Processing, Volume Two : Crude Oil, Francis S. Manning and Richard E. Thompson, Pennwell Books, Oklahoma, 1995